- By sanjaiannapyk@gmail.com - In Sejarah
Jam Gadang: Ikon Bukittinggi yang Menyimpan Sejarah dan Perubahan Wajah Zaman
Jam Gadang, salah satu ikon Kota Bukittinggi, telah menjadi saksi bisu perjalanan sejarah Indonesia, sejak dibangun pada tahun 1926. Menara jam yang megah ini pertama kali dibangun sebagai hadiah dari Ratu Belanda untuk Rook Maker, seorang kontroler Fort de Kock (sekarang Bukittinggi) pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Sejarah dan Arsitektur Jam Gadang
Jam Gadang dirancang oleh arsitek Minangkabau, Yazid Abidin Rajo Mangkuto Sutan Gigi Ameh. Bangunan menara setinggi 26 meter ini memiliki empat tingkat yang masing-masing memiliki fungsi berbeda. Konstruksinya sangat unik, karena tidak menggunakan semen, melainkan kapur, putih telur, dan pasir putih. Pada tingkat pertama, terdapat ruang petugas. Tingkat kedua menjadi tempat mekanisme jam, yang terdiri dari dua bandul pemberat. Di tingkat ketiga, terdapat mesin jam yang menjadi penanda waktu utama, sedangkan di tingkat keempat, terdapat lonceng besar yang diletakkan di puncak menara, dengan nama produsen mesin jam, Vortmann Recklinghausen dari Jerman.
Mesin jam yang digunakan di Jam Gadang adalah edisi terbatas yang diproduksi oleh Vortmann Recklinghausen. Menariknya, mesin jam yang sama juga dipasang pada Big Ben di Inggris. Angka pada jam tersebut menggunakan angka romawi, dan ini menjadi ciri khas jam yang memiliki biaya 3000 gulden pada masa itu.
Perubahan Wajah Jam Gadang dari Masa ke Masa
Jam Gadang bukan hanya sekadar penanda waktu, tetapi juga menjadi simbol dari perubahan zaman dan kekuasaan yang terjadi di Bukittinggi. Di bawah pengaruh kekuasaan Belanda, puncak menara Jam Gadang berbentuk kubah lancip berornamen Ayam Jantan yang merupakan desain khas Eropa.
Namun, ketika Jepang menguasai Indonesia pada periode 1942-1945, bentuk kubah Jam Gadang mengalami perubahan. Tudung menara tersebut diubah menjadi bentuk pagoda yang lebih mencerminkan arsitektur Jepang pada masa itu.
Setelah Indonesia merdeka, Jam Gadang kembali mengalami perubahan, kali ini dengan mengganti bentuk kubahnya menjadi model gonjong, atap rumah adat Minangkabau. Perubahan ini mencerminkan kembalinya pengaruh budaya Minangkabau yang kuat di Bukittinggi setelah kemerdekaan.
Foto Jam Gadang dari Masa ke Masa
Jam Gadang telah mengalami berbagai perubahan bentuk, baik pada struktur maupun desain kubahnya. Berikut adalah beberapa foto Jam Gadang pada masa-masa penting:
Jam Gadang pada tahun 1939 - Pada saat ini, Jam Gadang masih menggunakan kubah lancip yang dihiasi ornamen Ayam Jantan di bagian puncaknya, mencerminkan desain Eropa pada masa itu.
Jam Gadang pada tahun 1935 - Foto ini juga menunjukkan bentuk kubah lancip dengan ornamen Ayam Jantan, yang menggambarkan masa kekuasaan Belanda.
Wajah Jam Gadang Saat Ini - Kini, Jam Gadang memiliki kubah berbentuk gonjong, yang merupakan bentuk atap rumah adat Minangkabau. Perubahan bentuk kubah ini terjadi setelah masa Jepang dan menunjukkan kebanggaan terhadap identitas Minangkabau.
Jam Gadang tidak hanya berfungsi sebagai penanda waktu, tetapi juga sebagai simbol kekuatan budaya dan sejarah Bukittinggi yang terus berkembang dari masa ke masa. Sebagai ikon kota, Jam Gadang terus berdiri kokoh, menyaksikan setiap perubahan yang terjadi di sekitar kota yang penuh kenangan ini.
Kesimpulan
Jam Gadang, dengan segala perubahan bentuk dan fungsinya, tetap menjadi bagian penting dari sejarah Bukittinggi. Sebagai warisan budaya dan simbol identitas Minangkabau, menara ini telah melalui berbagai fase dan transformasi sesuai dengan konteks sosial dan politik yang berkembang. Kini, dengan bentuknya yang khas, Jam Gadang terus menarik perhatian wisatawan dan menjadi simbol kebanggaan bagi masyarakat Bukittinggi.